Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN): Pengertian, Pencegahan dan Sanksi

ByRedaksi

Sep 27, 2022

Nasional // Lintassamudra.co.id
Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme telah dikenal di masyarakat luas dengan istilah KKN. KKN berdampak negatif di bidang politik, ekonomi dan moneter.

Praktik KKN dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta membahayaan eksistensi negara. Sebenarnya apa itu KKN?

Pengertian KKN
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah dijelaskan mengenai pengertian KKN.

Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, berikut ini pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN):

– Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
– Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar-penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
– Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Pencegahan KKN di Indonesia
Untuk melakukan pencegahan terhadap praktik KKN, pemerintah Indonesia mengeluarkan landasan hukum yaitu Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

UU No. 28 Tahun 1999 tersebut disahkan di Jakarta pada 19 Mei 1999 oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie).

Dalam pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara negara dituntut menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pelaku KKN
Praktik KKN tidak hanya mungkin dilakukan antar-penyelenggara negara tetapi juga antara penyelenggaraan negara dan pihak lain seperti keluarga, para pengusaha dan lainnya.

Adanya UU No. 28 Tahun 1999 dimaksudkan sebagai upaya mencegah para penyelenggara negara dan pihak lain melakukan praktik KKN. Maka sasaran pokok UU tersebut adalah para penyelenggara negara, yang meliputi:

– Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara
– Pejabat negara pada lembaga tinggi negara
– Menteri
– Gubernur
– Hakim di semua tingkatan peradilan
– Pejabat negara yang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
– Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis terkait penyelenggaraan negara

Yang dimaksud dengan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktik KKN, antara lain:

– Direksi, komisaris dan pejabat struktural lain pada BUMN dan BUMN
– Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
– Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri
Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara RI
– Jaksa
– Penyidik
– Panitera pengadilan
– Pemimpin dan bendaharawan proyek

Asas umum penyelenggaraan negara
Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, dalam UU No. 28 Tahun 1999 ditetapkan 7 asas umum penyelenggaraan negara, meliputi:

Asas kepastian hukum
Asas tertib penyelenggaraan negara
Asas kepentingan umum
Asas keterbukaan
Asas proporsionalitas
Asas profesionalitas
Asas akuntabilitas
Berikut ini penjelasan masing-masing asas tersebut:

Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

Asas kepentingan umum adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi KKN
Adanya sanksi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban penyelenggara negara dan ketentuan lainnya. Sehingga dapat diharapkan memperkuat norma kelembagaan, moralitas individu dan sosial.

UU No. 28 Tahun 1999 mengatur sanksi bagi penyelenggara negara yang melanggar ketentuan. Jenis sanksi yang berlaku ada tiga jenis yaitu:

Sanksi administratif
Sanksi pidana
Sanksi perdana
Berikut ini sanksi dan denda yang akan dikenakan pada pelaku KKN, yaitu:

Sanksi pelaku korupsi

Pembahasan mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 yang disahkan dan diundangkan pada 16 Agustus 1999 di Jakarta oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie.

Dalam Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 disebutkan setiap orang yang secara hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, akan mendapatkan sanksi berupa:
– Pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun
– Denda minimal RP 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar

Sanksi pelaku kolusi

Menurut Pasal 21 UU No. 28 Tahun 1999, setiap penyelenggara yang melakukan kolusi akan dikenai sanksi berupa:

– Pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 12 tahun
– Denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar
Sanksi pelaku nepotisme

Menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme akan mendapatkan sanksi berupa:

– Pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun.
– Denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar

Peran serta masyarakat cegah KKN
Menurut pasal 8 UU No. 28 Tahun 1999, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara adalah menggunakan hak dan tanggung jawab untuk ikut mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih.

Berikut ini peran serta masyarakat untuk mencegah KKN sesuai Pasal 9 UU No. 28 Tahun 1999 tersebut:

– Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara.
– Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara.
– Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara.
– Hak memperoleh perlindungan hukum.

Sumber : Kompas.com