Lintassamudra // Lampung
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pematank Suadi Romli mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang telah menetapkan 5 orang tersangka atas dugaan korupsi SPAM di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau Kota Bandar Lampung.
Romli mengatakan, Penetapan para tersangka itu diyakini oleh dirinya, jika Kejati tidak akan diam dan tidak butuh waktu lama untuk menetapkan atau mencari Pelakunya, pasca Kajati Kuntadi menjadi pejabat Definitif di Lampung.
“Yang pertama saya sangat mengapresiasi langkah Kejati dalam menindaklanjuti laporan DPP Pematank hingga sampai adanya penetapan para tersangka dan ini juga membuktikan jika dibawah kepemimpinan Kajati Kuntadi ini, Kejati akan bekerja sebagaimana mestinya dalam menegakkan hukum di Lampung,” kata Romli kepada media ini.
Bahkan, Romli menilai, laporan kasus dugaan Korupsi PDAM Way Rilau yang dilayangkan pematank sebelumnya juga sudah memenuhi unsur dari kerugian negara, sehingga Kejati dapat bekerja dengan baik.
“Dalam laporan Pematank ini kami juga sangat berhati – hati dan teliti dalam memberikan laporan kepada APH , sehingga berkas yang di perlukan oleh APH itu sebaik – baiknya, dan dalam penanganan kasus ini juga saya dan jajaran DPP Pematank mengucapkan terimakasih sebesar – besar kepada seluruh jajaran di Kejati Lampung yang telah menetapkan para tersangka,” tandasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan dan Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi Sistem Pompa Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Bandar Lampung Tahun 2019 di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau Kota Bandar Lampung.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Muhammad Amin, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan pada hari Kamis, 22 Agustus 2024.
“Para tersangka yang telah ditetapkan yakni DS selaku pemilik pekerjaan (beneficial owner) PT Kartika Ekayasa, SP sebagai pihak yang memanipulasi dokumen penawaran PT Kartika Ekayasa,” kata dia saat diwawancarai.
Kemudian, S yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Way Rilau, AH selaku Kepala Cabang PT Kartika Ekayasa.
“Dan SR sebagai Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Kota Bandar Lampung tahun 2019 serta anggota kelompok kerja (Pokja) yang mengkondisikan lelang dan meloloskan PT Kartika Ekayasa sebagai pemenang tender,” jelasnya.
Dari kelima tersangka tersebut, empat orang telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Way Hui Bandar Lampung untuk 20 hari ke depan, sementara DS yang merupakan pemilik PT Kartika Ekayasa belum hadir memenuhi panggilan sebagai saksi.
“Dari keterangan penasihat hukum, bahwa tersangka DS sedang dalam pengobatan di luar kota,” terang Aspidsus.
Penetapan kelima tersangka ini tidak terlepas dari hasil penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01 / L.8 / Fd / 04 / 2024 pada 2 April 2024.
“Dalam proses penyelidikan, Tim Penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup kuat, serta telah memeriksa kurang lebih 40 saksi dan 3 ahli, serta menyita barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut,” paparnya.
Selanjutnya, kasus dugaan korupsi ini bermula dari kegiatan Pengadaan dan Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi Sistem Pompa SPAM Bandar Lampung Tahun 2019 di PDAM Way Rilau.
Pengadaan tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kerjasama Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan Badan Usaha dalam Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum, dengan pagu anggaran sebesar Rp87,1 miliar yang bersumber dari penyertaan modal APBD Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2018.
Dalam proyek tersebut, PT Kartika Ekayasa terpilih sebagai pemenang tender dengan nilai kontrak sebesar Rp71,9 miliar. Surat Perjanjian (kontrak) antara PDAM Way Rilau dan PT Kartika Ekayasa ditandatangani pada tanggal 23 Desember 2019.
Namun, dalam proses pelaksanaannya, ditemukan adanya pengkondisian terhadap pemenang tender, manipulasi dokumen penawaran, dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak, yang menyebabkan kekurangan volume pekerjaan dan berakibat pada kerugian negara.
“Dari hasil pemeriksaan, Tim Penyidik Kejati Lampung menemukan bahwa kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut mencapai Rp19,8 miliar,” pungkasnya. (Team)
Sumber Matapena.co